Metodologi terhadap Film "Fight Club"
Metodologi terhadap Film "Fight Club"
Abstrak
Film terbentuk ketika ada cerita yang ingin disampaikan kepada penonton. Pesan dalam film disampaikan lewat gambar bergerak, warna, dan suara. Menurut Barthes, semiotika adalah ilmu yang mempelajari makna tanda-tanda. Kumpulan tanda-tanda itu membawa pesan tertentu. Film merupakan penyajian gambar lewat layar lebar atau salah satu media massa yang berbentuk audio visual yang bersifat sangat kompleks. Film menjadi wacana sosial dengan karakteristik unik yang menyebar ke berbagai tempat, dan bisa mempengaruhi cara berpikir serta persepsi nilai-nilai di mana informasi itu disampaikan. Pada umumnya, film juga mengangkat tema atau fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Seperti film “Fight Club” yang disutradarai oleh David Fincher yang didasarkan pada novel karya Chuck Palahniuk.
Pendahuluan
Film merupakan bidang kajian yang sangat relevan untuk analisis semiotika karena film dibangun dengan berbagai tanda. Tanda tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai apa yang diharapkan. Film biasanya mempunyai makna seperti yang dikemukakan Roland Barthes, yaitu penanda dan pertanda. Biasanya penonton hanya mengetahui makna dari film secara menyeluruh, tetapi ketika film tersebut dianalisis, banyak sekali makna denotasi, konotasi, dan mitos
.
Pada kali ini saya akan menganalisis film Fight Club dengan Metodologi Semiotika Roland Barthes untuk melihat tanda-tanda dan makna yang ada di film ini lebih dalam. Fight Club Sebuah film karya David Fincher yang dirilis pada tahun 1999. Film ini menceritakan tentang Narrator pada film ini (Edward Norton). Ia seorang pekerja pada sebuah perusahan mobil yang menderita insomnia akibat tekanan pekerjaan, Dia pun bertemu dengan dokter untuk bagaimana cara menyembuhkan insomnianya tersebut, akhirnya Dokter tersebut memberikan saran untuk mengikuti sebuah kelompok sosial supaya tau bagaimana penderitaan yang sebenarnya itu, Ketika narrator datang ke kelompok sosial tersebut, dia menemukan ketenangan yang dicari dan bisa tidur lagi seperti biasanya. Akan tetapi, ditengah jalannya dia bertemu Marla Singer (Helena Bonham Carter)., dimana Marla adalah seorang penyusup juga yang ikut dalam kelompok sosial tersebut, hal itu pun membuat Narrator menjadi tidak tenang karena kehadiran Marla dan akhirnya Narrator menjadi sulit tidur kembali.
Sang Narrator pun berjuang untuk mencari arti dari kehidupan yang sebenarnya didalam hidup yang ia jalani itu sampai dimana dia bertemu dengan seorang pria bernama Tyler Durden (Brad Pitt), seorang yang berkepribadian bebas dan hidup dengan caranya sendiri.
Narrator dan Tyler menemukan keseruan dari yang namanya berantem dan mereka mendirikan Fight Club, sebuah klub tarung di sebuah tempat underground. Dari sini Narrator merasa tidak perlu lagi ikut dalam kelompok sosial untuk mengatasi insomnianya, lama kelamaan pun orang-orang ikut dan bergabung di Fight Club melampiaskan kefrustrasian dan ketidakpuasan mereka terhadap rutinitas dan norma sosial.
Metodologi
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk film "Fight Club" ini. Langkah pertama dalam metodologi ini adalah pengumpulan data melalui penayangan berulang-ulang film untuk mengidentifikasi tanda-tanda visual dan verbal yang signifikan. Setelah itu, dilakukan dekomposisi terhadap elemen-elemen film, seperti karakter, dialog, setting, dan simbol-simbol visual, Dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes yang berfokus pada gagasan tentang gagasan dua tahap. Yang mana merupakan hubungan antara penanda dan petanda di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Analisis ini akan mencakup identifikasi makna literal pada tahap denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Dan Konotasi, istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Selain itu, penelitian ini juga akan mengkaji mitos-mitos yang dibongkar oleh film, seperti mitos kebahagiaan melalui konsumerisme dan maskulinitas.
Metodologi pada film ini memungkinkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana Fight Club menggunakan semiotika untuk mengkritisi isu-isu identitas, konsumerisme, dan norma sosial.
Semiotika
Melihat tanda-tanda dan maknanya dalam Fight Club bisa dilakukan dengan memakai konsep semiotika dari Roland Barthes. Barthes membedakan antara denotasi dan konotasi.
Kita bisa melihat bagaimana "Fight Club" menggunakan berbagai tanda dan simbol untuk menyampaikan pesan tentang identitas, masyarakat, dan perlawanan terhadap sistem yang ada.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa biasanya penonton hanya mengetahui makna dari film secara menyeluruh, tetapi ketika film tersebut dianalisis, banyak sekali makna denotasi, konotasi, dan mitos dan makna dari film ini secara menyeluruh. Penelitian ini menunjukkan bahwa menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotik dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana film Fight Club menggunakan tanda-tanda dan simbol-simbol untuk menyampaikan pesan-pesan ideologis dan sosial.
Kesimpulannya, "Fight Club" bukan sekadar film aksi, tapi juga karya yang sarat dengan makna dan pesan-pesan yang menantang. kita dapat memahami bagaimana film ini secara kritis menggugat norma-norma sosial, mencerminkan kegelisahan identitas, dan menyoroti kerapuhan struktur konsumerisme dalam masyarakat jaman sekarang.
Komentar
Posting Komentar